MASJID (KAJIAN HISTORIS PERUBAHAN
MASYARAKAT PASCA PERANG JAWA DI MAGETAN TAHUN 1835-1850) DIAJUKAN UNTUK
MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR MAGISTER DALAM PROGRAM STUDI DIROSAH
ISLAMIYAH OLEH NURHADI NIM. F5.2.9.16.196 PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL SURABAYA 2018
Di Wonosobo, terdapat Pondok
Pesantren Al-Asyariyah Kalibeber yang terletak di desa Kalibeber, Kecaatan
Mojotengah. Pesantren yang mencapai zaman kemajuannya pada masa kepemimpinan
KH. Muntaha al-Hafidz ini dirintis oleh Raden Hadiwijaya, anak dari Kyai Nida
Muhammad yang merupakan seorang ulama yang ikut berperang bersama Pangeran
Diponegoro.
Usai penangkapan Diponegoro, terjadi perburuan
sisa-sisa pasukan yang kebanyakan adalah dari kelompok kyai dan ulama. Banyak
diantara mereka yang menyamar menjadi rakyat biasa dan menyembunyikan
identitasnya dengan mengubah namanya.
Diantara prajurit pengawalnya yang sempat
meloloskan diri dari Belanda adalah Raden Hadiwijaya dengan nama samaran KH.
Muntaha bin Nida’ Muhammad. Pada tahun 1832, beliau tiba di desa Kalibeber yang
waktu itu sebagai ibu kota Kawedanan Garung. Beliau diterima oleh Mbah Glondong
Jogomenggolo, Beliau mendirikan Masjid dan Padepokan Santri di Dusun
Karangsari, Ngebrak Kalibeber (di pinggir Sungai Prupuk) yang sekarang
dijadikan makam keluarga Kyai.
Di tempat ini beliau mengajarkan
agama Islam kepada anak-anak dan masyarakat sekitar. Ilmu pokok yang diajarkan
adalah Baca tulis Al-Qur’an, Tauhid dan Fiqih. Dengan penuh ketekunan, keuletan
dan kesabaran, masyarakat Kalibeber berangsur-angsur memeluk agama Islam atas
kesadaran mereka sendiri.
Mereka meninggalkan adat istiadat
buruknya seperti berjudi, menyabung ayam, minum khomr dan lain-lain. Karena
Padepokan Santri lama kelamaan tidak mampu menampung banyaknya santri dan
terkena banjir sungai Prupuk, maka kegiatan pesantren dipindahkan ketempat
sekarang yang yang dinamai Kampung Kauman, Kalibeber.