Terlepas dari bahasan gawe lakon dan
gebyah uyah lainnya, tulisan ini adalah sedikit catatan dan keresahan saya.
Sebenarnya tulisan ini telah saya ketik dari beberapa hari-hari kemarin setelah
peristiwa kali itu. Tapi sembari saya ngedemke ati atas kekecewaan, gelo yang
tak dapat diungkapkan hanya bisa kulak informasi sepengetahuan saya, biar tidak
grusa-grusu dalam mengambil tindakan.
Bisa saja tulisan ini dikejar
selesai mumpung momentum masih anget-angetnya. Jika saya berjiwa konten kreator
yang mengambil celah untuk mempublish kala itu dengan pertimbangan bisa
dimanfaatkan sebagai bola panas sampai abu hangat untuk menghangatkan peristiwa
itu dengan dalih mendulang pundi-pundi visitor yang melonjak. Tapi entah apa
yang dipikirkan saya tak mengambil celah itu? Amatir sekali saya yang mengaku
konten kreator.
Kembali ke cerita awal tadi setelah
beberapa hari tak sowan ke Stanagede, Mojotengah, Wonosobo pada hari Kamis (4/3/2021)
sore saya diperjalankan sowan kembali ke makam Stanagede. Setelah sampai
langsung di beri info bahwa nisan atau patok yang berada di makam Stanagede
tepatnya di sarean mbah Maospati dan sekitarnya di usung ke Dinas Pariwisata Wonosobo.
Mendengar kabar semacam ini saya
langsung bergegas mengecek ke makam tersebut, memang benar adannya info
tersebut saya berjalan menyusuri beberapa makam makam yang sepuh ini, nampak
pula ada peziarah juga yang sedang melihat sekitaran yang aneh dan janggal
adanya ‘kehilangan’ nisan ini di beberapa titik makam sepuh. Menyayangkan adanya
peristiwa ini yang informasinya kurang banyak diketahui.
Kebanyakan peziarah dan warga
setempat merasa kecewa, gelo dan sayang akan hal tersebut, tak sedikit yang
mengutarakan “wah kualat iki” tentu spontan seperti itu, ikatan batin yang kuat
dengan sesepuh di Stanagede tentu lah timbul semacam itu. Ini lah hal yang
belum dipertimbangkan gejolak sosial kedepannya, ikatan batin dengan khidmah
dan takdhim antara peziarah dengan yang sumare di Stanagede.
Sebagaimana pathok, nisan dengan
segala bentuk macam yang dianggap menyerupai komponen candi sepertinya perlu
digali dan dikaji kembali informasinya. Sebab yang menjadi nisan tersebut boleh
jadi memang nisan yang sedari dulu menjadi tanda dari makam tersebut, yang
ndilalahnya komponen tersebut mirip dengan bentuk bagian candi. Sandi, candi,
nisan pernah saya tulis sebelumnya, lain waktu kita share dan dielaborasi
bersama.
Misal, kemuncak. Kemucak yang
menjadi tanda makam ini ya adalah wujud bahwa ingkang sumare atau sahibul makom
telah sampai pada puncaknya, “liqo’u rabbi” menghadap Gusti Alloh Swt dengan
tenang. Terkait kemuncak yang mirip bagian candi ini ya memang pada jamannya
sedang musim bentuk semacam itu. Kemudian bentuk nisan lainnya yang dianggap
mirip lingga juga sama halnya yang menandakan akan ketuhanan.
Keterikatan antara nisan dan sahibul makom
telah nyawiji sebuah kesatuan yang menyatu sebagaimana nisan adalah bagian
terpenting dalam konstruksi dan arsitektur makam. Namun, kita yang mendewakan
kemajuan pengetahuan yang katon-katon (materi) jadinya terperosok pada benda,
semoga saja kita ziarah ke candi atau kuburan tak hanya ketemu pathok. Batu,
elemen benda lainnya. Tetapi juga meneruskan kebaikan-kebaikan, pesan dan peran
para Ulama ingkang sampun sumare. Bukan langsung ke kuburan melihat batu nisan
langsung diasumsikan, “wah ini bagian batuan bangunan candi” dan sebagianya.
Berbicara pathok saya jadi teringat
dengan Perang Jawa yang salah satu hal terjadi perang adalah Pangeran Dipanegara kaget bukan
kepalang mendengar kabar kebun-kebun miliknya bakal digusur. Patok-patok telah
menancap di sepanjang kebun yang telah ia rawat selama bertahun-tahun sejak
muda, dimana tanah-tanah tersebut begitu berharga bukan hanya karena menjadi
sumber pemasukan, tapi juga, di beberapa bagian, menjadi tempat pemakaman
leluhurnya.
Kemudian dengan peristiwa komite
hijaz yang pada dasar dari pendirian komite hijaz adalah menyelamatkan makam
Rosul dan para sahabat. Dengan dasar dari penyelamatan dan perawatan makam
adalah sejarah. Menyelamatkan sejarah adalah dasar dari penyelamatan ajaran
yang menjadi dasar ibadah, yaitu dengan ziarah wujud ikhitar kita, mengingat para
leluhur.
Dengan semangat mengambil pesan dari
komite hijaz, terkait nisan di sarean Stanagede, berharap dapat kembali ke asal
seperti semula, dengan segala pertimbangan dan rembugan musyawarah yang tepat
untuk kemaslahatan bersama. Wallahu a’lam bishowab. Linnabi lan Ingkang sumare
wonten sarean Stanagede lahumul fatihah..