Kiai Sholeh Darat dalam kitabnya 'Manasik
al-Haj wa al-Umrah wa Adab al-Ziyarah li Sayyid al-Mursalin' menyebutkan
jangan mengambil menantu dan jangan berbesanan dengan haji yang bodoh. Dalam kitab
beraksara Arab dengan bahasa Jawa atau disebut dengan Arab Pegon ini diterbitkan
di Bombai India tahun 1340 H/1922 M. dari kitab Manasik Mbah Sholeh bahwa haji
yang bodoh, yaitu tidak punya ilmu tentang haji, maka rawan rusak agamanya.
Rusak status perkawinannya. Yakni beresiko melakukan jima (hubungan suami
istri) yang terlarang menurut syariat.
Sebab jelas dilarang oleh Allah
melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat ke-197 yang artinya; “Haji
adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan.”
Sebagaimana Rafast adalah perbuatan
jorok. Menurut ulama tafsir, bermakna menggauli istri. Orang haji yang bodoh,
rawan tidak sah hajinya dan ini dapat berakibat serius jika dia sudah
berkeluarga. Contohnya adalah orang haji yang tawafnya tidak beres atau ada
rukun haji terlewatkan, maka statusnya tetap ihrom meskipun sudah pulang dan
telah memakai gelar haji. Dia tetap terkena larangan jima. Kemudian apabila
berhubungan suami istri, maka status anaknya ihrom.
Nah dalam peristiwa nyata ada cerita
yakni orang bodoh namun naik haji, sebab memiliki cukup uang untuk membayar
biaya haji, yaitu cerita nyata suatu kali ada jamaah haji melakukan thawaf pada
pelaksanaan haji. Dimana yang sebenarnya melakukan
thowaf dengan putaran yang sesuai tujuh putaran, tetapi dirinya malah ketika
thowaf masih kurang. Namun malah menimpali dan berdalih “Gapapa, Tuhan Maha
Tahu. Allah Maha Pengampun”. menyepelekan suatu hal yang sudah ditentukan.
Itulah contoh nyata yang pernah
diperingatkan Mbah Sholeh Darat lebih dari seratus dua puluh tahun yang lalu.
Orang dalam kisah tersebut masih berstatus ihrom ketika pulang. Tentunya
hajinya tidak sah. Maka kalau dia kumpul suami istri dan menghasilan anak,
anaknya itu yang tidak boleh dijadikan menantu. Dan orang tuanya tidak boleh
dijadikan besan menurut Mbah Sholeh Darat. Wallahu a’lam bishowab.
*Tulisan ini disadur dari Mauhidloh Khasanah KH Hadlor Ihsan pada
Haul Kiai Sholeh Darat Semarang yang ke 121 pada 10 Syawal 1442.