Tanaman bambu masih sering kita jumpai ketika sedang menapaki atau berkunjung di suatu pedesaan yang masih menyimpan sumber mata air jernih. Selain sebagai tandon tempat menyimpan air, bambu atau pring kita biasa menyebutnya juga menjadi pengaman, sampai batas desa ke desa yang lain.
Lain lagi ketika kita berkunjung di pasarean yang masih menyimpan cerita bahwa sang sahibul makam masih ada ikatan dengan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya. Biasanya ditandani dengan pohon sawo sampai pohon kemuning. Setiap tokoh terkadang membawa makna dengan pohon yang menyertai, dan itu menjadi penanda untuk diwariskan ke anak cucu setelahnya bahwa ada pesan yang perlu dipelajari. Tidak sekadar menjadi penanda tetapi untuk kelestarian lingkungan juga berpengaruh.
Semakin tanaman tumbuh subur dan sesuai dengan ekosistemnya pun lingkungan masih aman dan tidak terkendala. Ya satu dua rantai makanan sekarang sudah tidak seteratur dulu. Tetapi ya ini lah menjadi perhatian diri kita sendiri, bahwa hal yang dianggap sepele tetapi di kemudian hari sangat penting dan berpengaruh.
Makam Syaikh Mudzakir di Sayung Demak yang fenomenal berada di tengah laut misalnya menjadi pertanda kemuliaan kekasih Allah yang bisa bertahan diantara pemukiman yang tergenang oleh air laut yang meluap. Istilah yang sedang marak "wis malih segoro". Bentuk usaha tanaman mangrove mengelilingi sekitar pemukiman yang masih bertahan di wilayah tersebut.
Berbeda ketika kembali melewati jalan Pantura kembali di tengah kota yang metropolitan kita bisa menyepi di bukit kampung pasarean Bergota sowan KH. Sholeh Darat sampai ngadem menepi di pasarean Adipati Suroadimenggolo I beserta trah lainnya tanaman rimbun menyertai makam-makam dibawahnya dengan ciri hias dan tipe beragam. Syahdu semilir angin menyertai seakan membuat betah berlama-lama sowan di maqbaroh tersebut, begini lah suasana Semarang yang mengasyikkan. Tanaman atau pohon-pohon rimbun tersebut tentu terjaga oleh alam dengan sendirinya, daum yang berguguran disapu bersih penjaga makam tersebut dengan sigap dan ramah menyapa, menyambut siapa pun yang hadir untuk berziarah di pasarean tokoh penting Semarang.
Atau pohon yang telah lama menjadi penanda dari generasi kek generasi sebagai tanaman yang dinamai seperti kerajaan jaman dulu yang berkat tangan ketidaktahuan pohon tersebut ditebang dua tahun lalu, disekitar pohon tersebut pun makam tokoh sepuh sumare, sama halnya di Semarang tadi beragam generasi.
Pun di negeri kahyangan sama pasarean tersebut menyimpan tanaman yang sarat khasiatnya. Jika dahulu ada istilah "kebondalem" adalah kebunnya ndalem keraton ya ini pun sama, seperti menjadi sebuah kode pesan tersembunyi yang perlu dipelajari dan diwedar secara gamblang.
Tetapi dengan sanepan, amtsal perumpamaan semacam itu diri kita ini luput entah tidak paham apa yang dimaksudkan atau malah gagal paham sehingga cara pandang dan pemikiran pun tidak sesuai yang diharapkan. Wallahu a'lam bishowab.