Bagi masyarakat Indonesia yang pernah berwisata ke kota Yogyakarta sudah tidak asing lagi dengan bakpia tentunya, makanan yang melekat dengan branding kota Yogyakarta dan sudah dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada tahun 2016 dalam kategori kemahiran tradisional ini dianggap sebagai salah satu citra pariwisata Yogyakarta yang banyak dicari wisatawan domestic maupun mancanegara. Selain memiliki cita rasa yang enak dan khas, Bakpia juga menjadi symbol proses akulturasi, toleransi dan pluralisme di Yogyakarta. Dalam sebuah penelitian khususnya bakpia yang dilakukan oleh peneliti Pusat Kajian Makanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof Dr Murdijati Gardjito mengatakan, sejarah terciptanya bakpia khas Yogyakarta merupakan bukti bahwa benturan budaya yang paling tidak berbahaya adalah benturan budaya kuliner.
Diketahui bahwa resep asli Bakpia sebenarnya bukan berasal dari Yogyakarta walaupun sukses besar dipasaran, melainkan dari pendatang asal Tionghoa, Kwik Sun Kwok, tahun 1940-an yang pada mulanya merupakan roti isi daging dan menggunakan minyak babi, setelah mengetahui bahwa mayoritas orang lokal tidak mengkonsumsi babi membuat Kwik bereksplorasi menggunakan bahan baku yang dapat diterima masyarakat, sehingga terciptalah bakpia isi kacang hijau dan berbentuk bulat.
Pada waktu yang sama teman Kwik yang merupakan supplier arang, Liem Bok Sing juga membuat bakpia dan pada tahun 1948 Liem pindah dari Kampung Pajeksan, Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen ke Kampung Pathuk di Jalan KS Tubun Nomor 75 yang kemudian berkembang menjadi Bakpia Pathuk 75 dengan resep baru yang menggunakan kulit lebih tipis, ujung datar dan agak gosong yang sebelumnya berkulit tebal dan berbentuk bulat. Pada tahun 1980-an bakpia milik Liem berkembang pesat dan memiliki banyak karyawan.
Mulai dari generasi ke dua inilah bakpia yang telah mengalami metamorphosis resep akhirnya menjadi makanan khas Yogyakarta dan kampung Pathuk dinobatkan sebagai kampung bakpia, selain itu pada jaman dahulu produsen bakpia belum mengenal branding market sehingga banyak yang menamai toko mereka dengan angka seperti Bakpia Pathuk 25, 29, 75 yang sekarang sangat ikonik di kota Yogyakarta sebagai oleh-oleh khas, sehingga ada istilah “Belum lengkap ke Yogyakarta jika belum makan bakpia”.
Sebagai bentuk apresiasi dan pengingat akan symbol akluturasi budaya antara China dan Jawa penulis merancang sebuah photo story berupa proses produksi bakpia di salah satu produsen rumahan yang ada di Yogyakarta bernama Deva & dede’, berikut gambaran akan proses produksi bakpia tersebut :
Foto pertama untuk karya fotografi jurnalistik photo story yang penulis buat menampilkan 2 orang karyawati yang sedang bekerjasama dalam mengolah komponen bakal jadi bakpia, dimana wanita berkerudung hitam bertugas membuat kulit bakpia sedangkan wanita berkerudung ungu mengisi kulit bakpia dengan isian coklat sehingga menimbulkan kesan kolaborasi dengan baik antar keduanya.