Jubah Pangeran Diponegoro Sanad Sabilillah dari Sultan HB I*
Ada kalangan atau katakan saja oknum yang mengklaim bahwa Pangeran Diponegoro adalah seorang habib dengan satu alasan. Bahwa sang pangeran memakai jubah. Tentu ini bukan alasan sahih. Malah lucu.
Tujuh puluh satu tahun sebelum sang pangeran mengobarkan perang dengan memakai jubah, Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sultan Hamengkubuwono I, telah memakai jubah yang sama.
Pakaian ini jamak dirasuk oleh para leluhur mataram ketika turun ke medan perang. Ini juga tercatat di dalam catatan harian Nicolaas Hartingh, gubernur VOC untuk Jawa Utara, saat itu.
Alkisah, pada September 1754, Nicolaas Hartingh mengadakan pertemuan pribadi dengan Pangeran Mangkubumi. VOC telah lelah berperang sekira kurang-lebih sembilan tahun sejak 1746. Pertemuan informal ini digelar di Pedagangan, Grobogan, Jawa Tengah saat ini.
Dalam kesaksian Hartingh, Pangeran Mangkubumi memakai baju putih dan ”kain bergambar Jawa biasa (mungkin kain batik)”, memakai dua keris, dengan tutup kepala ala ulama yang dibalut dengan ikat kepala kain linen halus yang berjahit benang emas pada kepalanya. Pengiring Pangeran Mangkubumi juga memakai pakaian yang sama.
MC Ricklefs, dalam Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 (2002: 80-81), menyebut bahwa pakaian jubah Pangeran Mangkubumi itu mengingatkan pada pakaian yang dipakai oleh cicitnya, Pangeran Diponegoro.
Apakah pakaian tersebut menunjukkan ciri kearaban? Tidak. Pakaian seperti itu, dalam cerita para sesepuh di Yogyakarta dan juga dalam catatan kolonial, merupakan pakaian perang keraton.
Dari sini dapat dipahami bahwa jubah Pangeran Diponegoro adalah pakaian para sultan dan para kesatria yang turun ke medan perang sabilillah. Dalam contoh jubah Pangeran Diponegoro, dapat dipastikan bahwa sanad jubahnya didapatkan dari Sultan Hamengkubuwono I, yang tiada lain merupakan buyutnya sendiri.
Wallahu a’lam.
*M Yaser Arafat
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta