Wonosobo Media - Sebagaimana batik sendiri tak hanya sekadar sebagai sandang atau pakaian saja, namun lebih dari itu.
Jika ibarat batik adalah rajah, dan isinya adalah doa. Doa dibawakan dengan simbol yang dituangkan dalam canting menjadi sebuah karya batik.
Atau batik adalah gambaran sebuah laku kehidupan dari proses lelakon, dimana batik adalah bagaimana mengolah lekukan dan tekukan.
Lekukan yang menjadi indah dipandang, dan nyaman untuk dipakai, serta digunakan.
Sebagaimana kita menjadikan lelaku ini untuk mengolah hal semestinya dan seharusnya bagaimana?
Selain secara visual bagus, juga kain yang dipakai untuk membatik berfungsi untuk mendokumentasikan peristiwa masa lalu, tak hanya itu juga sebagai wasilah membangun mengingat para leluhur.
Motif batik pun terinspirasi dari mana pun dan menyesuaikan lingkungan sekitar, bisa saja diambil dari relief candi, mitologi, jirat pada nisan, sampai hewan yang sudah punah, dan lain sebagainya.
Misalnya motif kawung, motif ini merupakan salah satu motif batik tertua di Jawa. Dari beberapa sumber, kawung mulai dikenal pada kisaran abad ke 9.
Bentuk awal kawung berasal dari pecahan buah kolang-kaling. Atau terdapat makna lain disebut juga suwung untuk motif Kawung sendiri.
Pola yang terdiri dari empat motif lonjong dan memiliki corak ceplok yang merupakan variasi dalam Kawung dengan perubahan-perubahan pada bulatannya.
Menjadi segi empat atau berbentuk bintang yang juga diatur secara geometris. Dengan titik di tengah-tengahnya itulah melambangkan sebuah kekuasaan.
Sementara segi empat atau bintang-bintang tersebut dimaknai sebagai empat penjuru semesta yang meliputi Timur, Barat, Selatan, dan Utara.
Sedangkan simbolisasi lain dari motif Kawung dengan pola-pola yang telah disebutkan di atas yaitu berkaitan dengan nilai-nilai kearifan pada diri manusia.
Motif ini nantinya juga berkaitan dengan lambang apa yang orang Jawa bilang sebagai sedulur papat lima pancer.
Kawung juga bermakna 'suwung'. Diambil dari buku karangan Iwet Ramadhan, Cerita Batik tahun 2013, nama kawung berasal dari bahasa Jawa yaitu Suwung yang berarti kekosongan.
Makna dari kekosongan dalam hal ini diartikan bukan tidak berfikir tapi kekosongan nafsu dan hasrat urusan duniawi.
Kata suwung ini menjadikan seseorang netral, tidak berpihak, tidak ingin menonjolkan diri, mengikuti aturan yang ada disekitar dan berjalan sesuai kehendak semesta.
Semua gejolak yang berasal dari luar dia pahami, namun tidak mengeluarkan reaksi. Ia memiliki pengendalian diri yang sangat luar biasa, dan dia sadar akan tujuan hidup didalam dunia.
Sementara motif Sulur Kembang berasal dari bentuk daun/kembang yang dihiasi sulur-sulur tanaman yang biasanya diartikan sebagai lambang umur atau perjalanan hidup seseorang.
Ada sulur yang memanjang sampai keatas, ada yang sampai setengahnya. Ada sulur yang berbaunga, ada juga yang bunganya terlihat layu.
Motif bunga yang mekar melambangkan keberhasilan-keberhasilan dan bunga yang layu melambangkan cacat atau cela.
Memakai serta memaknai batik sendiri membawa pesan tentang keseimbangan, kesadaran terhadap diri sebagai 'mikro kosmos', juga tentang cita-cita luhur yang menghiasi perjalanan hidup manusia.
Selain itu juga tabarrukan dengan memakainya sebagai mengingat peran para leluhur lewat batik, dikisahkan juga HB VII juga senang menggunakan motif ini.
Sampai beliau dijuluki dengan nama Raden Mas Kawung sebab kebiasaan yang digemarinya ini.
Ikhtiarnya batik ini tak hanya sebagai sebuah sandang atau rasukan saja, tetapi menjadi sebuah ageman. Wallahu a'lam bisshowab.