Membaca kebahagiaan ala Ki Ageng Suryomentaram. |
Wonosobo Media - Dalam membaca pemikiran Ki Ageng Suryomentaram, rasanya penting untuk mengenal konsep “Enam Sa” terlebih dahulu—setidaknya sebagai gerbang.
“Enam Sa” yang dimaksud yaitu, sabutuhe, saperlune, sacukupe, sabenere, samesthine, dan sapenake.
Secara umum, keenam kata kunci tersebut mengkerucut pada pola yang sama yaitu pola untuk menyadari kadar dan ukuran masing-masing dari diri kita yang nantinya akan berdampak pada kebahagiaan atau begjo.
Bagi Ki Ageng Suryomentaram, jika seseorang ingin bahagia, dia harus melewati tiga tahapan terlebih dahulu.
Tahapan mengerti diri sendiri, mengerti orang lain, dan mengerti lingkungan. Dalam hal ini bukan saja sekedar mengerti atau tahu, tetapi juga harus disertai dengan semangat jujur.
Sebagai langkah awal untuk menuju begjo, seseorang harus selalu berupaya berkontemplasi atas dirinya sendiri sampai dia mengerti hakikat dirinya secara apa adanya, bukan di ada-ada.
Kemudian tak lain adalah bentuk lanjutan dari kesadaran awal tadi. Tahap ini tidak mungkin bisa tercapai secara maksimal saat langkah pertama belum beres.
Untuk mengerti orang lain secara menyeluruh, seseorang harus mengenali dirinya secara efektif.
Tak berbeda dengan kesadaran kedua, langkah ketiga juga merupakan bentuk lanjutan dari yang pertama dan kedua.
Ketika kesadaran pertama dan kedua terlampaui, maka baru seseorang bisa dengan mudah memahami lingkungan di sekitarnya. Dan kiranya, baru di titik inilah, seseorang berpotensi menemukan kebahagiaannya.
Adapun yang di maksud begjo dalam bagian ini bukanlah bahagia yang sekedar bahagia lantas sedih luar bisa lagi. Akan tetapi, ini adalah bahagia yang tidak pandang waktu, tempat dan keadaan.
Dalam artian, bagi Ki Ageng Suryomentaram, yang disebut begjo, pada prinsipnya memang demikian, yaitu tidak memandang apapun. Siapa saja berpotensi untuk selalu berbahagia.
Namun, lagi-lagi, ungkap Suryomentaram, itu tergantung bagaimana dia mengenali dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dan mengenai model konkritnya, ini bisa dirujuk kembali pada konsep “Enam Sa” nya Suryomentaram di atas.
Lebih lanjut, agar kita mudah melampaui tiga tahapan tadi, Suryomentaram menawarkan apa yang dia sebut “Pangawikan Pribadi” atau mempelajari diri sendiri.
Hal ini penting sebab secara prinsip bahagia tidaknya kita atau nyaman tidaknya kita tidaklah bergantung terhadap apapun kecuali diri kita sendiri.
Artinya yang memegang kunci begjo kita adalah diri kita sendiri, bukan orang tua kita, dosen, teman dekat, pacar, atau lainnya.
Pada polanya, persoalan ini tertaut erat dengan pentingnya menyadari ukuran dan kadar diri sendiri.
Ki Ageng Suryomentaram memberikan parikan filosofis terkait langkah mencapai begjo. Adalah anjuran untuk hidup “Sak iki, ing kene, lan ngene” atau hidupnya “sekarang, di sini, dan begini”.
(bersambung)