Membaca Peradaban dan Kebudayaan Jawa: Kalijaga Sang Pamomong Zaman(foto:di makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak/KhusniMukhamad.) |
Wonosobo Media - Ketika dalam posisi ingin membaca peradaban dan Kebudayaan Jawa, paling tidak kita perlu membaca dengan dua cara.
Pertama yaitu mencandra atau memandang dengan sudut pandang kala atau masa waktu sengkala dan kedua yaitu dengan sudut pandang niskala.
Sudut pandang secara sengkala atau kala itu sendiri yaitu cara pandang secara waktu dan situasi normal: misal waktu 7 hari, waktu 24 jam dan sebagainya.
Sedangkan ketika berada di dalam waktu Niskala, kita bisa mengambil contoh seperti "relief" pada candi. Sebagaimana diketahui bahwa ketika kita berada di candi akan menjumpai ukiran.
Salah satu ukiran yang menyerupai bentuk hewan dan sebagainya, namun ukiran yang lebih jeli seperti barong, Batara kala atau menunjukkan bentuk bernama, untuk bagian sebelah kanan danaswara dan kiri mahakala.
Kalau mahakala ini yaitu ruang Niskala yang tanpa batas, sedangkan danaswara yaitu ruang yang tanpa batas.
Nah jika kita lebih jeli lagi dalam membaca peradaban dan kebudayaan Jawa ini, misalnya ketika dihadapkan dengan contoh bahwa yuswa atau usia dari Sunan Kalijaga sendiri memasuki angka 131 tahun dalam ruang sengkala saja bakal lenyap.
Padahal, ketika kita membaca dengan sudut pandang di ruang Niskala sendiri kita masih bisa mengatakan Sunan Kalijaga sampai sekarang masih ikut off-road hingga konser. Misalnya.
Jika kita berbicara di dalam koridor ruang waktu Niskala.VRuang Niskala ini tidak terjamah oleh pengetahuan ilmu modern, atau hanya sekadar dipandang oleh penginderaan mata misalnya.
Karena nanti hal ini berkaitan dengan perkara yang kerap disebut dengan mistis atau klenik, mambu dupo ghoib dan lainnya.
Berada di ruang Niskala ini kita bisa bertemu Nabi Adam, nabi Khidir, sunan Kalijaga dll.
Jika kembali mengulas terkait dengan Kalidjogo sendiri ini bisa kita ulas berasal atau bermakna Kali dan Djogo.
"Kali" bukan bermakna lepen (Jawa) atau sungai tapi juga bermakna kala atau satuan waktu.
Satu periode waktu sengkala berumur tujuh ratus tahun. Artinya, peradaban Jawa dituntut untuk mampu menjaga nusantara selama setidaknya tujuh ratus tahun sejak masa beliau.
Nah, Kanjeng Sunan Kali ini dimaknai sebagai pamomong zaman sudah mengingatkan akan adanya krisis nusantara sebab datangnya kolonial dengan kode kebo bule agegaman tebuwulung.
Kanjeng Sunan menyerukan pentingnya menyelamatkan peradaban, sebagaimana ditulis dalam Serat Lokajaya; "Angeli Anglaras Ilining Banyu, Ayua Kengsi Keli; Sluman Slumun, Slamet.
Menjadi hal yang paling penting untuk dilakukan Nusantara saat itu adalah selamat dulu, karena zaman itu seperti aliran air, jangan sampai hanyut.
Dimaksudkan untuk menyelamatkan berbagai peradaban dalam bentuk tembang, termasuk suluk yang berfungsi sebagai museumize.
Dapat diartikan sebagai kode atau patokan bahwa kode kode ini bisa menandakan bahwa "oh maksudnya begini" kode sesuatu bisa menandakan sesuatu hal.
Wallahu a'lam bisshowab.