• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    news google

    Iklan

    Jejak Dakwah KH Muntaha Al-Hafidz: Dari Cinta Al-Qur'an hingga Mengasuh Santri dengan Kasih

    , 19.24 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia

     

    Mbah Muntaha Alhafidz bersama Gus Dur
    Ilustrasi Mbah Muntaha Alhafidz bersama Gus Dur di Pondok Al Asy'ariyah Kalibeber Wonosobo.

    Wonosobo Media - Kecintaan KH. Muntaha al-Hafidz terhadap Al-Qur'an sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, KH Asy'ari terhadap Al-Qur'an. 


    Pada usia relatif muda yaitu 16 tahun, simbah KH. Muntaha al-Hafidz muda telah menjadi seorang hafidz (orang yang hafal) Al-Qur'an.


    Mbah Muntaha Alhafidz dalam berdakwah tentu jika di kategorikan dari beberapa aspek memiliki pengaruh.


    Salah satunya Dakwah Mbah Muntaha Alhafidz secara dakwah bil hal merupakan dakwah dengan melalui perbuatan nyata.


    Seperti perilaku yang baik sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, sabar.


    Selain itu juga dalam berjuang juga senantiasa semangat, kerja keras, menolong sesama manusia.


    Sebagaimana dakwah yang diajarkan oleh mbah Mun secara nyata adalah sepanjang hidupnya.


    Al-Qur'an senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil berbagai keputusan sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah Swt.


    Ia tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Al Qur'an. 


    Sering mbah Mun membaca wirid atau membaca ulang hafalan Al-Qur'an di pagi hari seraya berjemur di serambi rumahnya. 


    Dalam berperilaku sehari-hari di masyarakat, ia juga sosok yang ramah dan santun. 


    Hampir seluruh hidup dari KH. Muntaha Al-Hafidz didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai Al-Qur'an kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya.


    Dalam kesehariannya, ia selalu mengajar para santri yang menghafalkan Al-Qur'an. 


    Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada KH. Muntaha Al-Hafidz, “Ngaji o walaupun sak ayat..”


    Memberikan keringanan untuk para santrinya bahwa ngaji bukan menjadi sebuah beban, tetapi menjadi kebutuhan yang harus dilakukan terus menerus.


    Dengan santun dan jiwa ngemong kepada santri yang dianggap 'nakal' pun tetap dengan menonjolkan kasih dan sayang.


    Tidak ada ceritanya ia mem-boyongkan (mengeluarkan dari pesantren) santri.


    Sebab santri dipondokkan itu diniatkan agar menjadi baik dan sholeh, kalau nantinya dikeluarkan jadi tidak ada yang mewadahi.***

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    iklan mgid

    Yang Menarik

    +